Monday 31 October 2011

Bakteriologi

BORDETELLA
Klasifikasi
Phylum               : Coccobacillus
Class                 : Bacillus
Ordo                : Coccobacillus
Family               : Alcaligenaceae
Genus                : Bordetella
Species             : Bordetella pertussis,  
                               Bordetella  parapertussis,  
                              Bordetella bronchiseptica
Bordetella pertussis itu adalah bakteri penyebab penyakit menular akut yang menyerang pernafasan alias batuk rejan (whooping cough) atau batuk seratus hari yang mengandung beberapa komponen yaitu Peitusis Toxin (PT), Filamentous Hemagglutinin (FHA), Aglutinogen, endotoksin, dan protein lainnya.
Penyebabnya adalah Bordetella perutsis, yang untuk pertama kalinya diasaingkan oleh Bordet dan Gengou pada tahun 1906. penyakit-penyakit serupa berhasil ditemukan kemudian, yaitu yang disebabkan oleh Bordetella parapertusis dan Bordetella bronchiseptica. Standarisasi vaksin serta penggunaannya secara luas sangat menurunkan morbilitas dan mortalitas penyakit ini.

Morfologi dan Fisiologi
Ketiga species dari Bordetella yaitu B. perussis, B. parapertussis dan B. bronchiseptica berbentuk coccobacillus kecil-kecil, terdapat sendiri-sendiri berpasangan atau membentuk kelompok-kelompok kecil. Pada isolasi primer, bentuk kuman biasanya uniform, tetapi setelah subkultur dapat bersifat pleomorfik. Bentuk-bentuk filament dan batang-batang tebal umum dijumpai. Satu-satunya anggota Bordetella yang dapat bergerak adalah B. bronchiseptica. Simpai dibentuk, tetapi hanya dapat dilihat dengan pewarnaan khusus, dan tidak dengan penggembungan simpai.
Kuman-kuman ini hidup areob, tidak membentuk H2S, indol serta asetilmetilkarbinol. Kini disarankan agar ketiga spesies Bordetella tersebut lebih baik diklasifikasikan sebagai satu kuman.
Konsep ini didukung oleh reaksi-reaksi reasosiasi DNA-DNA yang menunjukkan hubungan genetik yang sangat erat antara B. pertussis dengan kedua organisme lainnya.
Pada B. Pertussis ditemukan 2 macam toksin yaitu :
1.       Endotoksin yang sifatnya termostabil dan terdapat dalam dinding sel kuman. Sifat endotoskin yang dihasilkan ini mirip dengan sifat endotoksin-endotoksin yang dihasilkan oleh kuman-kuman negatif Gram lainnya.
2.     Protein yang bersifat termolabil dan dermonekrotik. Toksin ini dibentuk di dalam proto plasma dan dapat dilepaskan dari sel degan jalan memecah sel tersebut, atau dengan jalan ekstraksi memakai NaCl.
Baik endotoksin maupun toksin yang termolabil tersbeut tidak dapat memancing timbulnya proteksi terhadap infeksi B. pertussis. Peranan yang pasti daripada kedua toksin ini dalam potogenesis pertusis belum diketahui.
Berbeda dengan spesies-spesies Hemoplhilus kuman Bordetella dapat tumbuh tanpa adanya haem (faktor X) dan koensim I (factor V). pembiakan dilakukan pada perbenihan Bordet-Gengou, dimana kuman-kuman ini tumbuh dengan membentuk koloni-koloni yang bersifat smooth, cembung, mengkilap dan tembus cahaya.
Ketiga spesies membentuk zona hemolisis. Sifat-sifat ini dapat berubah tergantung lingkungan dimana kuman ini dibiakkan, yang diikuti oleh perubahan-perubahanya sifat antigenic serta virulensinya.

a Perkembangan terjadi bila memakai medium nitrat yang konvesional, tetapi biasanya positif jika ditambhakn nikotinamid adenin dinuleotida dan serum.
b Positif  menurut Kreig dan Holt (eds); Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology, Willian & Wilkins, 1984, hal 392. Dikutip dari Zinsser Microbilogy, edisi 19, th. 1988, hal.403.
Struktur Antigen
Proteksi terhadap infeksi oleh B. perussis merupakan respon imunologik terhadap antigen (antigen-antigen) kuman. Sifat antigen protektif kuman ini tidak diketahui. Walaupun demikian, penelitian serologic yang esktensif telah berhasil menemukan antigen-antigen yang penting pada genus Bordetella.
Diketahui adanya antigen permukaan K yang termostabil  pada smooth strains B. pertussis, B. parapertussis dan B. brochiseptica. Antigen O ini berupa protein, mudah diekstraksi dari sel dan terdapat didalam cairan supernatan biakan kuman.
Antigen ini tidak mengistimulasi timbulnya proteksi terhadap infeski. Perbedaan antigenic di antara spesies dan di antara strain-strain dari tiap spesies tersbeut ditentiukan oileh antigen simpai yang termolabil yang disebut antigen Kauffmann (serotip diber tanda dengan angka seperti misalnya B. pertussis 1,2,4). Eldering menyebutkan adanya 14 antigen K yang disebtunya sebagai factors atas dasar tes absorpsi aglunitinin. Faktor 7 terdapat pada semua strainspesies Bordetella, factor 14 hanya khas untuk B. parapertussis dan factor 12 adalah khas untuk B. brongchiseptica. Factor-faktor 1-5 hanya terdapat pada strain-straibn B. pertussis. Antigen factor 1 terdapat pada semua strain B pertussis sehingga karenanya dianggap bahwa aglutinogen kuman ini terutama adalah factor 1.
Antigen-antigen O dan K tersebut diatas serta factor-faktor lainnya seperti HLT (heat labile toxin) lipopolisakarida (endotoksin), HSF (histamine sentizing factor), LPF (lymphocytosis promoting factor), MPF (mouse protecting factor), hemaglutinin dan egaknya juga IAP (islet activating protein) adalah sangat erat kaitannya dengan infeksi, penyakit dan kekebalan.
Patogenesis
Setelah menghisap droplet yang terinfeksi, kuman akan berkembang biak di dalam saluran pernafasan, gejala sakit hampir selalu timbul dalam 10 hari setelah kontak, meskipun masa inkubasi bervariasi antara 5-21 hari. Penyakit ini terbagi dalam 3 stadium.
1.       Stadium prodromal (kataral) berlangsung selama 1-2 minggu. Selama stadium ini penderita hanya menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas yang ringan seperti bersin, keluarnya cairan dari hidung, batuk dan kadang-kadang konjuntivitas. Pemeriksaan fisik tidak memberikan hasil yang menentukan. Masa ini merupakan masa perkembangbiakan kuman didalam epitel pernafasan.
2.     Stadium kedua biasanya berlangsung selama 1-6 minggu dan ditandai dengan peningkatan batuk paroxysmal. Suatu batuk paroxysmal yang khas adalah dimana dalam jangka waktu 15-20 detik terjadi 5-20 batuk beruntun biasanya diakhiri dengan keluarnya lendir/ muntah serta tidak ada kesempatan untuk bernafas di anatraa batuk-batuk tersebut. Tarikan nafas setelah batuk berakhir menimbulkan bunyi yang khas.
3.     Stadium ketiga berupa stadium konvalesen. Batuk dapat berlangsung sampai beberapa bulan setelah permulaan sakit. Beratnya penyakit bervariasi. Sindrom respiratorik ringan yang disebabkan oleh B. pertussis tidak mungkin dikenal atas dasar diperkirakan sebagai penyakit-penyakit atipik dan penderita-penderita ini berbahaya bagi orang lain.
Diagnosis Laboratorium
Diagnosis yang pasti tergantung pada diasingkannya B. pertusssisatau B. parapestussis/ B. brochiseptica (lebih jarang) dari penderita. Hasil isolasi tertinggi diperoleh pada stadium kataral, dan kuman pertusis biasanya tidak dapat ditemukan lagi setelah 4 minggu pertama sakit. Bahan pemeriksaan berupa usapan nasofaring penderita atau dengan menampung batuk secara langsung pada perbenihan. Isolasi B. Pertussis dari bahan klinik sangat tergantung pada transportasi dan pengolahan bahan tersebut.
Bila diperlukan lebih dari 2 jam sebelum bahan tersebut sampai di lanoratorium, sebaiknya bahan pemeriksaan tadi ditanam pada perbenihan Stuart (dimodifkasikan). Penambahan penisilin 0,25-0,5 unit/ ml didalam perbenihan kedua adalah berguna unutk menghambat pertumbuhan kuman positif Gram saluran pernafasan, tanpa mengurangi pertumbuhan kuman pertussis.
Selain reaksi-rekasi biokimia, identifikasi B. pertusssis secara serologic akan memastikan isolasi tersebut. Pewarnaan antibodi fluoresensi (AF) telah dipakai untuk mengidentifikasi B. pertussis pada preparat langsung hapusan nasofaring, dan untuk mengidentifikasi kuman-kuman yang tumbuh pada perbenihan Bordet-Gengou. Cara AF ini tidak dapat menggantikan isoloasi kuman namun dapat mengidentifikasi kuman secara lebih cepat.
Pengobatan dan Pencegahan
Pada saat ini eritromisin merupakan obat pilihan. Pemberian antibiotika ini akan menyingkirkan kuman-kuman tersebut dari nasofaring dan karenanya dapat mempersingkat masa penularan/ penyebaran kuman.
Selain eritsomisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan ampisilin juga bermanfaat. Cara pencegahan terbaik terhadap pertusis adalah dengan imunisasi dan mencegah kontak langsung dengan penderita. Proteksi bayi terhadap pertusis dengan vaksinasi aktif adalah penting karena komlikasi-komplikasi berat serta morbiditas tertinggi terdapat pada usia ini.
Antibodi yang masuk melalui plasenta tidak cukup memberikan proteksi. Vaksin yang dipergunakan biasanya merupakan kombinasi toksoid difteri dan tetanus dengan vaksin pertusis (vaksin DPT). Imunitas yang diperoleh baik karena unfeksi alamiah maupun karena imunisasi aktif, tidak berlangsung untuk seumur hidup.

2 comments: